Entri Populer

01 Desember, 2010

jama'ah ma'iyah macapat

17 november 2010
Oleh komunitas macapat syafa’at
Kasihan bantul Yogyakarta
Kegiatan ini dilaksanakan setiap satu bulan sekali, tepatnya setiap tanggal 17 malam 18. Kegiatan pengajian yang lebih banyak berdialegtika dengan para jamaahnya ini mampu menggugah banyak pemikiran manusia untuk tetap belajar memahami realita kehidupan yang terus berjalan. Pada malam ini macapat syafa’at mengangkat tema yang tidak jauh dari permasalahan yang tengah terjadi beberapa hari yang lalu, yaitu erupsi merapi Yogyakarta.
Bukan hanya bencananya yang akan dibahas kali ini, akan tetapi bagaimana menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan kearifan local budaya Yogyakarta. Dan uniknya banyak yang menilai tentang mbah marijan dari berbagai perspektif.
penjelasan ini akan dipaparkan oleh tim SAR Yogyakarta, yang kebetulan mala mini telah diundang oleh cak nun untuk ikut serta hadir di dalamnya. Tim SAR ini memiliki kepedulian antar sesamanya dan memiliki mental super berani. bpk. Subroto seno adalah komandan TIM SAR Yogyakarta, malam ini memberikan banyak pelajaran yang benar-benar menggugah perasaan manusia untuk peduli dan cinta terhadap sesamanya tanpa melihat dari berbagai sudut pandang kehidupan.
Berawal dari pertanyaan sepele, orang satu ini memaparkan tentang kebanyakan orang pada umumnya menjawab pertanyaan. Beliau pernah menanyakan pertanyaan Tuhan ada dimana?, kepada salah satu teman satu timnya. Dan memang benar, jawaban pada umumnya tuhan ada dimana-mana, bahkan ada yang menjawab tuhan ada di hati kita. Berbeda dengan jawaban yang dipaparkan komandan SAR ini, beliau menjawab bahwa tuhan ada dimana-mana atau tuhan ada di hati kita itu salah menurutnya “ melainkan aku berada didalamnya “.
Pengertian ini memberikan sedikit gambaran tentang keberanian seseorang yang dimilikinya yaitu memiliki Tuhanya yang senantiasa menjaganya. Jika kita beranggapan aku berada di dalam-Nya, pengertian di dalam-Nya ini memberikan arti yang sangat kuat dalam hati saya, yaitu berada di dalam kekuasaan-Nya, berada di dalam pengawasan-Nya, berada di dalam lindungan-Nya. Begitulah penuturannya.
Komandan satu ini pernah menduduki bangku kuliah di ICI University pada tahun 1980 dengan jurusan theatre. Lalu mengapa beliau beserta timnya berani melakukan perbuatan yang sangat berbahaya bagi dirinya untuk menjadi bagian tim evakuasi merapi yang terjadi di jogja? Karena beliau dan timnya menerapkan konsep “aku berada di dalam-Nya”, dengan landasan inilah beliau menjadi orang yang tidak pernah merasa takut akan resiko yang diterimanya.
Pada tahun 2006 silam, musibah ini melanda daerah jogja yang pertama kalinya bersamaan dengan musibah gempa tektonik dengan skala 6.8. berawal dari musibah inilah perasaannya mulai tergugah ingin membantu saudara-saudara yang terkena musibah. Beliau menganalisakan bahwa ada psikologi fenomenologi dalam musibah yang melanda daerah jogja ini. Jika dikaitkan dengan kematian mbah marijan sang juru kunci merapi yang tewas karena tebasan wedus gembel yang kecepatannya mencapai 200km/jam.
Si mbah meninggal dalam keadaan sujud yang konon diberitakan menghadap ke selatan. Ternyata Ada tanda kekuasaan Tuhan yang bisa kita ambil dari kematian sang juru kunci ini. Beliau meninggal dalam keadaan utuh, berbeda dengan para korban yang lain. Jika kita bisa berpikir secara logis, tidak mungkin manusia yang sudah tua tertebas wedus gembel yang kecepatannya luar biasa ini tidak mengalami kehancuran atau terbakar di tubuhnya seperti para korban lainnya. Bahkan kondisi fisik beliau masih seperti manusia yang tidak terkena apa-apa, hanya saja badannya tertutupi debu-debu vulkanik. Mulai dari rambut, kulit tubuhnya tidak mengalami keganasan wedus gembel .
Subhanallah, luar biasa mulianya beliau [mbah marijan]..
Meninggal dalam keadaan sujud yang mana kondisi saat itu sangat mencekam dirinya, bahkan si mbah masih sempat bersujud kepada-Nya. Sebelumnya beliau masih sempat melakukan sholat maghrib bersama warganya, tidak berlangsung lama suara gemuruh mulai terdengar warga sekitar. Ketika sholat selesai warga sekitar mulai berhamburan lari menyelamatkan diri dengan rasa takut yang dialaminya.. berbeda dengan yang dilakukan si mbah ini, beliau tetap melaksanakan kebiasaanya yaitu sholat sunnah, tapi sayangnya beliau tidak sempat menyelamatkan dirinya keburu wedus gembel menyerangnya lebih awal. Pelajaran ini sangat berharga bagi kita semua, bahwa tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan Tuhan. Disaat musibah datang menghampirinya beliau masih menyempatkan dirinya kepada Tuhan untuk tetap beribadah.
Memang terkadang manusia untuk membuktikan cintanya terhadap Tuhan yaitu dengan adanya musibah yang datang menghampirinya, barulah ia sadar dan mengingat Tuhan-Nya.
Dalam hal ini cak nun pun ikut mengungkapkan kekecewaanya terhadap apa yang telah di persepsikan pihak kraton, bahwa “ ponimin lebih sakti ketimbang mbah marijan”. Menurut penuturannya si mbah ini adalah sosok orang yang mencintai merapi, sudah bertahun-tahun si mbah hidup di kaki merapi, sudah sewajarnya jika si mbah diangkat menjadi juru kunci merapi, karena beliau memiliki pengalaman yang cukup untuk mengenali kebiasaan-kebiasaan aktifitas merapi. Sehingga beliau memiliki hubungan bathin dengan alam dan si mbah lah salah satu orang yang termasuk di dalamnya. Bukan dilihat dari kesaktiannya, si mbah tidak memiliki kesaktian seperti ponomin yang konon katanya bisa terbang dengan ruku’ putih. Permasalahannya ini menyangkut kesetiaan dan pengalaman yang dimilikinya, hanya itu saja.
Penuturan kali ini akan dipaparkan oleh seseorang yang sudah mengenali si mbah lebih lama, bahkan beliau mengerti kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan si mbah sehari-harinya. Si mbah adalah sosok yang bijaksana, tuturnya. Setiap malam ketika si mbah merasakan ketidak nyamanan atau sedang tidak merasa senang si mbah selalu melarikan dirinya ke sebuah masjid yang tak jauh dari rumahnya untuk melakukan sholat dilanjutkan dengan membaca ayat suci al qur’an kesukaannya.
Si mbah itu orang yang ramah tamah terhadap warganya, meski beliau pernah menjadi public figure dalam minuman bertenaga yang cukup popular beliau tidak pernah menyatakan dirinya sebagai orang yang terkemuka, bahkan hasil darinya tidak pernah tau seberapa banyak. Hasil itu tidak dimakan sendiri melainkan dibagikan kepada seluruh warga untuk mencukupi kebutuhannya.
Saya masih ingat ngendikane beliau yang terakhir “ kalau orang diperingati tidak mau, maka akan susah menerima peringatan”. Kemudian cak nun menambahi pembicaraanya dengan kata-kata “ jadilah orang salikin, bukan salihin”, maksudnya orang salikin adalah orang yang menempuh jalan allah dan si mbah adalah sosok dari bagian orang-orang salikin.
Bencana yang terjadi saat ini adalah tentang kapitalisme manusia, bukan tentang erupsi merapi. Karena saat ini banyak sekali penduduk warga Indonesia yang merusak citra bangsanya sendiri.

Tidak ada komentar: